Maman Juga Menyoroti Kerawanan Pelanggaran Pilkada di Jawa Barat
Bandung, Duta Priangan – Ketua Umum Balai Musyawarah Indonesia (Bamuswari), Maman Abdul Rahman mengatakan pihaknya melihat potensi penyimpangan anggaran Pilkada di Jawa Barat saat pandemi Covid-19 ini. anggaran pilkada yang cukup besar itu rawan disalahgunakan.
“Oleh karena itu,” menurut Maman, “Perlu ada transparansi penggunaannya kepada publik. Apalagi, saat ini dalam kondisi Pandemi Covid-19 yang sangat rawan sekali,” ujar Maman.
“Masyarakat harus terus mengawasi realisasi anggaran ini meskipun di saat pendemi,” tambahnya.
Maman pun menyoroti potensi Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) dibeberapa daerah Jabar yang dirilis Bawaslu beberapa waktu lalu perlu dicermati secara ketat.
Ditandaskan Maman, potensi tersebut bisa menimbulkan konflik kepentingan diantara stakeholder terkait saat penyelenggaraan pilkada nantinya.
“Berdasarkan hasil penelitian Bawaslu, rata-rata penyelenggaraan Pilkada di kabupaten/kota berada dalam kategori rawan sedang. Oleh karena itu dibutuhkan pencegahan pelanggaran dan pengawasan penyelenggaraan pilkada secara maksimal yang melibatkan semua pemangku kepentingan,” terang Maman.
Dipaparkan Maman, Dimensi-dimensi kerawanan pada tingkat kabupaten/kota memiliki skor rata-rata 51,65 yang masuk dalam kategori rawan sedang. Artinya, kerawanan pilkada di tingkat kabupaten/kota berada pada level 4 yang berarti lebih dari setengah indikator kerawanan berpotensi terjadi.
Dengan skor rata-rata kerawanan setiap dimensi sebesar 51,65, kerawanan pilkada kabupaten/kota paling tinggi ada pada dimensi partisipasi politik dengan skor 64,09 yang berarti termasuk dalam kategori rawan tinggi level 6. Artinya, hampir seluruh indikator kerawanan berpotensi terjadi. Dimensi konteks sosial politik masuk dalam kategori rawan sedang level 4 dengan skor 51,67.
Masih diterangkan Maman, di Jawa Barat, kategori rawan tinggi berada di Kab. Pangandaran, Kab. Karawang, Kab. Bandung, Kab. Tasikmalaya dan Kab. Cianjur dengan dimensi yang berbeda-beda.
Kabupaten Pangandaran memiliki indeks kerawanan tinggi pada konteks sosial politik, yakni 68,81 dengan level 6, artinya seluruh indikator kerawanan berpotensi terjadi. Sub dimensi kerawanannya terdiri dari keamanan lingkungan, otoritas penyelenggara pemilu, otoritas penyelenggara negara, dan relasi kuasa di tingkat lokal.
Lima indikator dominan sub dimensi kerawanannya terdiri dari ketidaknetralan ASN, pemberian uang/barang/jasa ke pemilih pada masa kampanye, perubahan hasil rekapitulasi suara di tingkat desa/kecataman/kabupaten-kota/provinsi , pemberian uang/barang/jasa ke pemilih pada masa tenang, dan putusan KASN terkaitan ketidaknetralan ASN.
Kab. Cianjur memiliki IKP 66,15 dengan level 6 pada dimensi penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil. Subdimensi yang memiliki kerawanan paling tinggi adalah hak pilih dengan skor 61,57, disusul sub dimensi pengawasan pemilu (57,81), pelaksanaan pemungutan suara (57,81), pelaksanaan pemungutan suara (49,60), ajudikasi keberatan pemilu (43,31) dan pelaksanaan kampanye (42,83).
Lanjut Maman, Kab. Karawang memiliki tingkat kerawanan tinggi pada dimensi kontestasi dengan skor 67,4. Pada dimensi kontestasi, subdimensi terdiri dari proses pencalonan dan kampanye calon. Adapun Kab. Bandung memiliki kerawanan level 6 yaitu dimensi konteks sosial politik (63,88), penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil (64,43) dan partisipasi politik (66,97) . Kab. Tasikmalaya memiliki rawan tinggi pada dimensi partisipasi (72,15), konteks sosial politik (67,07) dan penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil (66,15). (Jhokun)