Oleh: Epi Wahyudin
Ada yang mendefinisikan politik itu adalah cara untuk mendapatkan kekuasaan serta cara untuk bagaimana kekuasaan itu tetap berada di genggaman seseorang.
Sedangkan Birokrasi adalah seperangkat organisasi milik negara yang terstruktur dan sistematis serta berdasar pada pedoman-pedoman dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya selaku aparatur negara yang notabene adalah pelayan rakyat.
Dari pemahaman hakikat politik dan birokrasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa politisasi birokrasi merupakan kehidupan serta pelayanan birokrasi yang ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan tertentu dari orang-orang yang memiliki jabatan dalam pemerintahan serta di dominasi oleh muatan-muatan politis oleh para penguasa atau dengan istilah lain politisir birokrasi.
Birokrasi yang kental dengan aspek politisir inilah yang menjadikan suasana lain yang penulis cukup khawatirkan setelah mendengar dan melihat situasi dan kondisi dalam kenyataan birokrasi Ciamis saat ini.
Terlebih pasca pemilu bupati, pilpres, dan pileg nampak ada perbedaan suasana yang drastis dirasakan para birokratornya. Hal itu berlaku dampak dari lengsernya bupati petahana yang kalah dalam kontestasi Pilkada Ciamis 2018 lalu, eksesnya itu menyisakan sorotan yang cukup sensitif pasca dilantiknya paslon Bupati dan Wakil Bupati terpilih Herdiat Sunarya – Yana D Putera, yang tidak selang lama kemudian ada perombakan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dimana posisi strategis diisi oleh “orang-orang bapak”.
Langkah kepala daerah baru itu tentunya belakangan ini kian meruncing ramai diperbincangkan bahwa promosi (pengangkatan) dan rotasi/mutasi (pemindahan) bahkan hingga rasionalisasi (bahasa halus pemecatan dalam birokrasi-red) beberapa pejabat berikut ASN dilingkup Pemerintah Daerah Ciamis.
Seperti yang menimpa nasib salah seorang personalia Satpol PP, kisruhnya open bidding, bahkan pergeseran eselon ini sarat politisir balas dendam, hal ini kemungkinan besar buntut dari keberpihakan ASN kepada salahsatu paslon dalam kontestasi politik praktis kemarin itu. Bahkan dalam penempatan jabatan kuat dugaan terjadi praktik Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) serta terindikasi subyektif.
Entah apa yang terjadi di Pemda Ciamis esok hari. Hingga urusan pekerjaan barang dan jasa mulai lelang dan penunjukan menjadi bancakan. Terlebih pada realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan dengan nominal anggaran begitu fantastis mencapai 100 miliar.
Memperhatikan kondisi demikian, penulis hanya bisa mendoakan mudahan dengan bupati yg baru ini Ciamis lebih maju, sejahtera, akur dan guyub. Tidak ada unsur yang mengganggu kenyamanan hidup berbangsa dan bernegara tanpa adanya intervensi atau tekanan dari luar maupun dalam.
(Penulis adalah aktivis Lakri Kab. Ciamis)