Karawang, Duta Priangan – Tensi politik pemilihan kepala daerah di Jawa Barat Tahun 2020 mulai menggeliat. Pelanggaran demi pelanggaran bermunculan, mulai dari pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pilkada maupun yang dilakukan penyelenggara pilkada.
Menurut hasil riset Litbang Bamuswari Karawanan, Pelanggaran Pilkada tertinggi ada pada 5 kabupaten yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 dengan urutan pertama Kabupaten Bandung, disusul urutan kedua Kabuaten Karawang, Kabupaten Indramayu pada urutan ketiga, Kabupaten Tasik pada urutan ke empat, dan terakhir Kabupaten Cianjur.
“Diawal Pilkada Kabupaten Bandung sempat dihebohkan dengan pemberitaan tentang dugaan pengkondisian Pendamping Desa oleh salah satu Paslon Pilkada Kabupaten Bandung,” kata Abdul Rahmon, SE selaku Direktur Bamuswari kepada awak media.
“Kini giliran salah satu Kepala desa dan Pengurus Bumdes di Kecamatan Cikancung yang diduga melanggar netralitas dalam Pilkada Kabupaten Bandung Tahun 2020,” tambah Abdul Rahmon.
Dia juga mengatakan sudah mengantongi bukti keterlibatan kepala Desa dan Pengurus BUMDes beserta Bupati Kabupaten Bandung yang diduga kuat berkampanye untuk Paslon 01 Pilkada Kabupaten Bandung 2020 dan akan segera melaporkan ke Bawaslu Kabupaten Bandung secepatnya.
DItegaskan Abdul Rahmon, “Seharusnya Kepala Desa, pengurus BUMDes dan Bupati bisa menahan syahwat politiknya dalam kontestasi Pilkada ini, karna perbuatan yang sepele bisa berdampak fatal terhadap kepala desa sebagai mana amanat
UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 29 huruf (b) membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah,”.
Abdul Rahmon juga memaparkan, Dalam undang-undang tersebut, kepala desa memilki peran sebagai pihak yang netral. Kepala desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses peserta pemilu atau pilkada.
Perangkat desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis. Hal tersebut diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (b) membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang; Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
• Pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Sanksi terhadap Kepala Desa dan Perangkat Desa ,pengurus Bumdes dan Bupati yang melanggar larangan dalam Politik Praktis;
1 . UU No. 6 Tahun 2014:
• Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
• Pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian
- Dalam UU No. 10 Tahun 2016 jo. UU No. 1 Tahun 2015
• Pasal 71 ayat (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
• Pasal 188 Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
• Pasal 189, Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah serta perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
“Dalam pemilihan Kepala daerah, kepala desa dan perangkat desa,pengurus BUMDes, begitupun Bupati atau pejabat ASN dapat dikenai sanksi pidanan bila terbukti melakukan pelanggaran dengan melakukan keputusan seperti kegiatan-kegiatan serta program di desa dan juga melakukan perbuatan atau tindakan yang mengarah keberpihakan kepada salah satu pasangan calon atau calon kepala daerah yang terindikasi merugikan calon lain misalnya ikut serta dalam kegiatan kampanye. Demikian juga, Calon kepala daerah yang melibatkan kepala desa dan perangkat desa dapat dikenai sanksi pidana sebagai calon kepala daerah, pungkas Abdul Rahmon. (Editor: Jhokun)