“Muslim Mujahid Menyuarakan Aspirasi Petani Garam Jabar Secara Langsung Dihadapan Ketua Umum PP-SNNU”
Karawang, Duta Priangan – Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNN) yang dibentuk sebagai hasil tindak lanjut Keputusan Muktamar Ke 33 Nahdlatul Ulama (NU) Tahun 2015 lalu di Jombang, Jawa Timur yang ditindaklanjuti dengan Rapat Pengurus Harian Syuriah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 15 Rajab 1441 H/20 Maret 2020 Masehi kemarin itu merupakan organisasi badan otonom baru NU yang memiliki khidmat sebagai wadah dan sarana mengayomi para nelayan, pelaku usaha kelautan dan kemaritiman dan masyarakat pesisir dengan tujuan pemberdayaan dalam usaha pemanfaatan laut maupun usaha perikanan budidaya yang bermuara pada kesejahteraan nelayan dan kemaslahatan Bangsa Indonesia ini tengah getol melakukan konsolidasi menjelang pelaksanaan Rakernas pasca diterbitkannya surat pengesahan pimpinan SNNU dimana PBNU menugaskan H. Witjaksono agar segera melaksanakan tugas-tugas kepengurusan Pimpinan Pusat SNNU diantaranya melaksanakan mandat untuk membentuk kepengurusan SNNU ditingkat wilayah dan cabang.
Dan belum lama ini Ketua Umum Pengurus Pusat SNNU, H. Witjaksono didampingi Asep Irfan Mujahid Sekretaris PP SNNU hadir di Pondok Pesantren Ashiddiqiyah Karawang dalam agenda kunjungan kerja di Wilayah Jawa Barat.
Dalam kunker PB SNNU, selain berbincang seputar konsolidasi organisasi, Muslim Hafidz selaku Ketua SNNU Jawa Barat tak menyia-nyiakan waktu untuk menyampaikan aspirasi masyarakat terkait harga garam seiring dengan maraknya impor garam.
“Naiknya volume impor garam tahun 2020 dari tahun sebelumnya yang berdampak pada anjloknya harga garam lokal dan membuat petani garam lokal menjerit karena tak sebandingnya Harga Pokok Produksi (HPP) dengan harga jual di pasar,” ujar Muslim.
Dihadapan Ketua Umumnya, lebih lanjut Muslim mengatakan, “SNNU Jawa Barat dengan tegas menolak impor garam yang jelas sangat merugikan petani garam, padahal sebagai contoh di Karawang tepatnya di Cilamaya, Garam lokal itu kandungan NaCl-nya diatas rata-rata atau sekitar 97,40 itu melebihi Standar Nasional Indonesia yaitu 94,7 dan standar industri 97, sayangnya hasil panen garam masih belum terserap.” tegas Muslim.
Merespon aspirasi petani garam itu, H. Witjaksono yang juga selaku pengusaha muda ini menyatakan akan mendiskusikan aspirasi penolakan impor garam ini secepetnya ditingkat pengurus pusat. (JS)