Peran serta warga masyarakat sangatlah menentukan dalam melihat kemajuan suatu daerah ataupun negara, di mana selain menjadi objek dari tujuan kesejahtraan, publik atau masyarakat juga dapat menjadi subjek dari terciptanya suatu pembangunan yang baik.
Peran masyarakat atau yang lebih dikenal dengan partsispasi masyarakat sangat beragam karena peran/partisipasi publik dapat direfleksikan dari segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, baik itu peran dalam bidang politik (demokrasi), sosial, ekonomi, budaya, maupun dalam pembangunan kehidupan manusia.
Peran serta masyarakat dalam partisipasi politik secara umum tidak hanya dapat dilihat dalam ikut serta dalam memilih pemimpin baik itu pemilihan Presiden, Pileg, Pilgub, maupun Pilkada Bupati/Walikota, tetapi peran politik yang sesungguhnya adalah bagaimana masyarakat dapat secara langsung ikut dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang nantinya akan dikeluarkan dan menjadi sebuah keputusan pemerintah.
Nampak didepan mata partisipasi politik masyarakat yang diharapkan akan sulit terwujud dengan baik di era kini, hal itu dikarenakan akibat perkembangan akan permainan elite politik yang memainkan mobilisasi masyarakat dengan berbagai macam cara diantaranya dengan iming-iming yang menggiurkan, dibumbui omong-omong yang menjanjikan, bahkan tidak menutupi kemungkinan memanfaat salah satu tangan ‘fasik’ untuk mengamang-amang masyarakat.
Secara ideal kita harus melihat ini secara objektif bahwa kurangnya partispasi masyarakat sebenarnya bukan berasal dari mereka (Masyarakat-red). Ironi, ketika para wakil rakyat yang notabene sebagai perpanjangan tangan atau penyambung lidah warga masyarakat ini tidak memiliki kemampuan ataupun itikad baik dalam mengartikulasikan dan kemudian mengaregasikan aspirasi-aspirasi masyarakat bahkan sebagian dari mereka melakukan “perselingkuhan” diantara para elite-elite dalam memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi, dan manakala mereka membutuhkan kembali suara rakyat untuk mempertahankan kedudukan dan kekuasaannya, karenan sistem menuntut demikian (demokrasi) mereka tidak akan dapat menikmati apa yang dimaknai partisipasi masyarakat tapi dia akan berusaha bagaimana caranya dapat memobilisasi masyarakat meski dengan ‘high cost’biaya tinggi atau cara haram apapun agar dia meraih kedudukan dan mempertahankan kedudukannya.
Padahal jika partispasi masyarakat dapat terbangun tentunya akan terbangun pula sinergitas yang baik antara elit politik dengan masyarakat sehingga lahirlah suatu produk kebijakan yang baik bagi masyarakat juga kebaikan bagi nasib kedepan kedudukan elit politik bersangkutan dan selain itu langkah ini harganya murah, sudah barang tentu ‘halal’ bebas dari jeratan hukum dan aturan.
Lalu apa yang seharusnya kita upayakan dalam rangka membangkitakan gairah partispasi politik masyarakat yang sudah terkontaminasi ulah negatif mobilisasi? ialah dengan melakukan reformasi mindset (perubahan pola pikir) akan pentingnya kehadiran masyarakat dalam politik yang akan menentukan arah kebijakan diberbagai proses dan aspek pembangunan. Partai politik pula lah yang memiliki peran strategis sebagai wahana pendidikan politik masyarakat yang selama ini fungsi itu nyaris dikesampingkan, malah yang yang vira sibuk mempertontonkan egosentris diantara para elit partai politik, hingga masyarakat muak dibuatnya, lari menjauhlah partisipasi masyarakat. (Tim IT Bagus_Balad Agus)