Oleh: Jumaroh
Harga sembako tak stabil di pasaran, seperti yang kita tahu saat ini bahwa semakin hari terjadi kelangkaan stok beras, sehingga menyebabkan harga beras semakin naik.
Seperti tahun-tahun sebelumnya kenaikan harga menjelang Ramadhan akan selalu diikuti bahan pokok lainnya. Sebagaimana dilansir oleh beberapa media online lokal maupun regional belum lama ini, dimana salah satunya di Pasar Daerah Kabupaten Purwakarta, selain beras juga sejumlah bahan pokok lainnya ikut naik terutama dari hasil pertanian dan peternakan. Di Pasar Pemanukan warga masih mengeluhkan mahalnya harga beras, meskipun sudah mengalami sedikit penurunan namun tetap saja, masih dengan harga yang tinggi.
Hal ini bisa disebabkan karena beberapa daerah mengalami gagal panen. Dan adanya program pemerintah mengimpor beras dari luar seperti negara Thailand. Selain itu kurang tanggapnya pemerintah dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi segala permasalahan yang ada termasuk dalam hal ketahanan pangan.
Abainya pemerintah memperhatikan penunjang kebutuhan para petani dan peternak juga bisa menjadi salah satu faktor. Di tambah lagi harga pupuk yang tidak terkontrol menjadikan para petani mengeluhkan modal yang dikeluarkan cukup besar.
Namun solusi yang diberikan pemerintah sejauh ini adalah dengan impor barang dari luar dan memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada rakyat kurang mampu. Mungkin beberapa terbantu dengan adanya BLT.
Namun apakah solusi tersebut itu sudah cukup untuk menstabilkan harga bahan pokok di pasaran? Tentu belum. Karena dampak harga ini dinikmati oleh semua kalangan dari ekonomi rendah, menengah, maupun atas.
Dari pada memberikan bantuan harusnya pemerintah lebih siap untuk menurunkan harga-harga sembako sesuai dengan pendapatan rata-rata masyarakat.
Seharusnya kita banyak belajar dari masa daulah Islam ketika sistem Islam tegak, bagaimana para pemimpin menghadapi berbagai krisis termasuk salah satunya krisis pangan. Yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi islam, negara terus berupaya untuk memajukan perekonomian dengan tidak merugikan rakyatnya.
Inilah ruginya ketika negara menganut sistem ekonomi kapitalis di mana negara lebih memudahkan kepentingan sejumlah pengusaha, tetapi rakyatnya dibiarkan menikmati kebijakan yang merugikan.
Seperti pada petani mereka harus membeli pupuk dengan harga mahal tetapi tidak bisa menjual harga padi kepada tengkulak dengan harga yang tinggi.
Karena dalam sistem ekonomi ini untuk rangkaiannya terlalu panjang dari produsen hingga konsumen.
Di sinilah harusnya negara berperan penting menjadi perantara produsen dan konsumen, dengan memberikan kebijakan kepada pengusaha untuk menjual semua hasil pertanian dan peternakan dengan harga yang disepakati negara.
Karena negara dalam hal ini pemerintah punya kewajiban dalam kepengurusan rakyatnya termasuk dalam mengatasi kenaikan harga.
Rasulullah bersabda yang artinya, “Pemimpin (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al Bukhari). Wallahu’alam bishowab. (red)
(Penulis adalah salah seorang pengajar di Lembaga Bimbingan Minat Baca dan Belajar Anak di Karawang)